Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Model Pembelajaran Think Pair Share: Pengertian, Langkah-langkah, Kelebihan dan Kekurangannya

Siswa berdiskusi
Siswa sedang berdiskusi
Salah satu model pembelajaran yang perlu anda coba terapkan dalam proses kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah Model Think Pair Share, disingkat juga dengan TPS.

Nah untuk mengetahui lebih spesifik tentang model TPS ini, inilah pengertian, langkah-langkah, kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran Think Pair Share, sebagai berikut.

Pengertian Model Think Pair Share

Model pembelajaran Think Pair Share merupakan model kooperatif yang memberi siswa waktu untuk berpikir, dan merespons serta saling membantu sama lain. Menurut Shoimin (2020) menyebutkan bahwa model TPS ini memperkenalkan ide "waktu berpikir atau waktu tunggu" yang menjadi faktor kuat dalam meningkatkan siswa dalam menanggapi setiap pertanyaan.

Pembelajaran Think Pair Share ini tidak menyita waktu yang lama, karena relatif lebih sederhana dibanding model kooperatif lainnya. Pembelajaran ini melatih siswa untuk bisa bertanya, berani berpendapat, menghargai pendapat temannya, dan belajar menanggapi suatu pertanyaan ataupun pernyataan dengan baik.

Model Think Pair Share ini dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya dari Maryland University, Amerika Serikat pada tahun 1981. Model TPS ini mampu mengubah asumsi bahwasannya metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam sebuah setting kelompok kelas secara keseluruhan.

Selain itu, ada beberapa aspek keterampilan sosial siswa dalam model TPS ini meliputi: aspek bertanya, aspek berpendapat, aspek bekerja sama, dan aspek menjadi pendengar yang baik.

Langkah-langkah model Think Pair Share

Menurut Shoimin (2020) menyebutkan bahwa model Think Pair Share terdiri dari 3 langkah yakni:

1. Tahap Think (berpikir)
tahap pertama dari model ini adalah Think atau berpikir. Pada tahap ini guru memberikan pertanyaan terkait dengan materi pelajaran yang dibahas. Proses TPS dimulai pada saat ini, dimana guru mengemukakan pertanyaan untuk mengarahkan siswa supaya berpikir mencari jawaban. 

Hendaknya pertanyaan yang diberikan oleh guru adalah pertanyaan umum yang mana nantinya bisa dijawab siswa dengan berbagai macam jawaban.

2. Tahap Pair (berpasangan)
Setelah berpikir pada tahap Think, kemudian siswa saling berpasangan dengan teman sebangkunya masing-masing. Kemudian salah satu siswa bertanya, siswa yang lainnya menjawab. Begitu pula sebaliknya. Selain itu, berdiskusi terkait materi yang dibahas. Untuk berdiskusi secara berpasangan ini waktunya ditentukan oleh guru dengan disesuaikan terhadap kondisi belajar. 

Siswa diharapkan menulis pertanyaan, jawaban dan pemecahan masalah (solusi) hasil pemikirannya dan diskusi bersama teman pasangan kelompoknya.

3. Tahap Share (berbagi)
Tahap terakhir dari model TPS adalah tahap Share atau berbagi. Pada tahap ini, siswa secara individu mewakili kelompok atau berdua maju bersama untuk menyampaikan hasil diskusinya ke seluruh teman-temannya di kelas.

Tahap share ini, memungkinkan siswa seluruh kelas akan memperoleh keuntungan dalam bentuk mendengarkan berbagai ungkapan mengenai konsep yang sama dinyatakan dengan cara yang berbeda oleh individu yang berbeda.

Kelebihan Model Think Pair Share

  1. Model TPS ini mudah digunakan pada pelbagai jenjang pendidikan, setiap materi dan dalam setiap kondisi belajar.
  2. Adanya waktu berpikir akan meningkatkan kualitas respon siswa terhadap suatu pertanyaan ataupun pernyataan.
  3. Siswa menjadi aktif dan partisipatif, karena siswa aktif dalam kelompok kecilnya masing-masing.
  4. Belajar bekerja sama dan berdiskusi bersama teman-temannya.
  5. Siswa belajar berbagi pengetahuan kepada teman-temannya, melalui penyampaian hasil diskusi kelompoknya kepada teman-teman sekelas.

Kekurangan Model Think Pair Share

  1. Jika jumlah siswa banyak, otomatis jumlah kelompok berpasangan juga banyak, karena setiap kelompok hanya 2 orang saja.
  2. Karena kelompoknya banyak, tidak mungkin semua siswa menyampaikan hasil diskusinya kepada seluruh kelas. Karena memerlukan waktu yang lama.
  3. Karena kelompok kecil, maka lebih sedikit ide yang muncul ketimbang kelompok besar.
  4. tidak cocok untuk materi yang memerlukan penjelasan guru yang banyak, seperti penyampaian rumus matematika beserta latihannya.

Daftar Pustaka

  • Shoimin, Aris. (2020). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.